Friday, September 28, 2012



Di antara kenikmatan terbesar adalah kegembiraan, ketentraman, dan
ketenangan hati. Sebab, dalam kegembiraan hati itu terdapat keteguhan
pikir, produktifitas yang bagus, dan keriangan jiwa. Kata banyak orang,
kegembiraan merupakan seni yang dapat dipelajari. Artinya, siapa yang
mengetahui cara memperoleh, merasakan dan menikmati kegembiraan,
maka ia akan dapat memanfaatkan pelbagai kenikmatan dan kemudahan
hidup, baik yang ada di depannya maupun yang masih jauh berada di
belakangnya. Adapun modal utama untuk meraib kebahagiaan adalah
kekuatan atau kemampuan diri untuk menanggung beban kehidupan, tidak
mudah goyah oleh goncangan-goncangan, tidak gentar oleh peristiwaperistiwa,
dan tidak pernah sibuk memikirkan hal-hal kecil yang sepele.
Begitulah, semakin kuat dan jernih hati seseorang, maka akan semakin
bersinar pula jiwanya.
Hati yang cabar; lemah tekad, rendah semangat, dan selalu gelisah
tak ubahnya dengan gerbong kereta yang mengangkut kesedihan, kecemasan,
dan kekhawatiran. Oleh sebab itu, barangsiapa membiasakan jiwanya
bersabar dan tahan terhadap segala benturan, niscaya goncangan apapun
dan tekanan dari manapun akan terasa ringan.
Kala seorang jelata dalam kesengsaraannya
ringan baginya untuk mendaki gundukan lumpur
Di antara musuh utama kegembiraan adalah wawasan yang sempit,
pandangan yang picik, dan egoisme. Karena itu, Allah melukiskan musuhmusuh-
Nya adalah sebagaimana berikut:
{Mereka dicemaskan oleh diri mereka sendiri.}
(QS. Ali 'Imran: 154)
68 La Tahzan
Orang-orang yang berwawasan sempit senantiasa melihat seluruh alam
ini seperti apa yang mereka alami. Mereka tidak pernah memikirkan apa
yang terjadi pada orang lain, tidak pernah hidup untuk orang lain, dan
tidak pernah memperhatikan sekitarnya. Memang ada kalanya kita harus
memikirkan diri kita sendiri dan menjaga jarak dari sesama, yaitu tatkala
kita sedang melupakan kepedihan, kegundahan, dan kesedihan kita. Dan,
itu artinya kita dapat mendapatkan dua hal secara bersamaan:
membahagiakan diri kita dan tidak merepotkan orang lain.
Satu hal mendasar dalam seni mendapatkan kegembiraan adalah
bagaimana mengendalikan dan menjaga pikiran agar tidak terpecah. Apalagi
bila Anda tidak mengendalikan pikiran Anda dalam setiap melakukan
sesuatu, niscaya ia tak akan terkendali. la akan mudah membawa Anda
pada berkas-berkas kesedihan masa lalu. Dan pikiran liar yang tak terkedali
itu tak hanya akan menghidupkan kembali luka lama, tetapi juga
membisikkan masa depan yang mencekam. Ia juga dapat membuat tubuh
gemetar, kepribadian goyah, dan perasaan terbakar. Karena itu, kendalikan
pikiran Anda ke arah yang baik dan mengarah pada perbuatan yang
bermanfaat.
{Dan, bertawakallah kepada Dzat Yang Maha Hidup dan tidak pernah mati.}
(QS. Al-Furqan: 58)
Hal mendasar yang tak dapat dilupakan dalam mempelajari cara meraih
kegembiraan adalah bahwa Anda harus menempatkan kehidupan ini sesuai
dengan porsi dan tempatnya. Bagaimanapun, kehidupan ini laksana
permainan yang harus diwaspadai. Pasalnya, ia dapat menyulut kekejian,
kepedihan, dan bencana. Jika demikian halnya sifat-sifat dunia, maka
mengapa ia harus begitu diperhatikan dan ditangisi ketika gagal diraih.
Keindahan hidup di dunia ini acapkali palsu, janji-janjinya hanya
fatamorgana belaka, apapun yang ia lahirkan senantiasa berakhir pada
ketiadaan, orang yang paling bergelimang dengan hartanya adalah orang
yang paling merasa terancam, dan orang yang selalu memuja dan
memimpikannya akan mati terbunuh oleh pedang waktu yang pasti tiba.
Adakah kita generasi yang sama saja dengan moyangnya?
penghuni negeri yang hanya melihat gagak sepanjang hidupnya,
hingga kita selalu meratapi dunia, sedang di dunia
tak ada sekumpulan manusia yang tak pernah berpisah
Betapa nasib para durjana, kaisar-kaisar penguasa, dan penimbun
harta,
adakah harta dan jabatan mereka kekal dan masih ada di tangan
mereka?
Barangsiapa merasa terhimpit oleh langit kehidupannya,
La Tahzan 69
dia akan terus merasa sesak sampai masuk ke dalam liang kuburnya
seakan mereka tuli saat diseru, dan tak pernah tahu bahwa
menasehati mereka itu boleh, boleh sekali
Dalam sebuah hadits disebutkan: "Sesungguhnya ilmu itu didapat hanya
dengan belajar, dan kesabaran itu diperoleh hanya dengan latihan."
Satu hal mendasar yang sangat penting diperhatikan adalah bahwa
kegembiraan itu tidak datang begitu saja. Tapi, harus diusahakan dan
dipenuhi segala sesuatu yang menjadi prasyaratnya. Lebih dari itu, untuk
mencapai kebahagiaan Anda harus menahan dari hal-hal yang tak
bermanfaat. Begitulah cara menempa jiwa agar senantiasa siap di ajak
mencari kebahagiaan.
Kehidupan dunia ini sebenarnya tidak berhak membuat kita bermuram
durja, pesimistis dan lemah semangat. Sebuah syair mengatakan:
Hukum kematian manusia masih terus berlaku,
karena dunia juga bukan tempat yang kekal abadi.
Adakalanya seorang manusia menjadi penyampai berita,
dan esok hari tiba-tiba menjadi bagian dari suatu berita,
ia dicipta sebagai makhluk yang senantiasa galau nan gelisah,
sedang engkau mengharap selalu damai nan tenteram.
Wahai orang yang ingin selalu melawan tabiat,
engkau mengharap percikan api dari genangan air.
Kala engkau berharap yang mustahil terwujud,
engkau telah membangun harapan di bibir jurang yang curam.
Kehidupan adalah tidur panjang, dan kematian adalah kehidupan,
maka manusia di antara keduanya; dalam alam impian dan khayalan
Maka, selesaikan segala tugas dengan segera, niscaya umur-umurmu,
akan terlipat menjadi lembaran-lembaran sejarah yang akan
ditanyakan.
Sigaplah dalam berbuat baik laksana kuda yang masih muda,
kuasailah waktu, karena ia dapat menjadi sumber petaka
Dan zaman tak akan pernah betah menemani Anda, karena ia
akan selau lari meninggalkan Anda sebagai musuh yang menakutkan
dan karena zaman memang dicipta sebagai musuh orang-orang
bertakwa.
Adalah suatu kenyataan yang terelakkan bila Anda tidak akan mampu
menyapu bersih noda-noda kesedihan dari Anda. Karena bagaimanapun,
memang seperti itulah kehidupan dunia ini tercipta.
{Kami telah menciptakan manusia dalam susah payah.}
(QS. Al-Balad: 4)
{Sesungguhnya, Kami menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur
yang Kami hendak mengujinya.}
(QS. Al-Insan: 2)
70 La Tahzan
{Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya.}
(QS. Al-Mulk: 2)
Demikian penjelasan Sang Pencipta tentang tabiat dan dasar dari
makhluk yang bernama manusia.
Semua itu kenyataan. Maka, Anda hanya berkewajiban mengurangi
dan bukan menghilangkan kesedihan, kecemasan dan kegundahan pada
diri Anda. Sebab, kesedihan itu akan sirna bersama akar-akarnya hanya di
surga kelak. Terbukti, dalam al-Qur'an disebutkan bahwa para penduduk
surga akan ada yang berkata,
{Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami.}
(QS. Fathir: 34)
Ini merupakan isyarat bahwa kesedihan hanya akan tersapu bersih dari
seseorang tatkala ia sudah berada di surga kelak. Dan ini sama halnya dengan
nasib kedengkian yang tak akan benar-benar musnah kecuali setelah
manusia masuk surga.
{Dan, Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada di dalam hati mereka.}
(QS. Al-Hijr: 47)
Inilah dunia. Orang yang mengetahui apa dan bagaimana dunia, niscaya
ia akan dapat menghadapi setiap rintangan dan menyikapi tabiatnya yang
kasar dan pengecut itu. Dan kemudian, ia akan menyadari bahwa memang
demikianlah sifat dan tabiat dunia itu.
Jika benar dunia seperti yang kita gambarkan di atas, maka sungguh
pantas bagi orang yang bijak, cerdik serta waspada untuk tidak mudah
menyerah pada kesengsaraan, kesusahan, kecemasan, kegundahan, dan
kesedihan dalam hidupnya. Sebaliknya, mereka harus melawan semuanya
itu dengan seluruh kekuatan yang telah Allah karuniakan kepadanya.
{Dan, siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.}
(QS. Al-Anfal: 60)
{Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan
Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh).}
(QS. Ali 'Imran: 146

artikel ini di kutif dari buku La Tahzan karangan DR,'aidh al-Qarni
di tulis kembali oleh jalu bijak

Friday, September 21, 2012





Hiruk pikuk dan hingar bingar sudah terdengar dari sejak matahari belum terbit, yaaa... mereka para pedagan pasar indolak rupanya tengah sibuk  menyipakan barang dagangan nya, pasar yang hanya di gelar di akhir pekan ini, tepatnya hari minggu di sepanjang  jalan masuk PT.INDOLAKTO sangat di gemari oleh masyarakat sekitar, baik dari kalangan buruh pabrik,anak sekolah,pegawai negeri sipil bahkan pejabat kejaksaan pun sering berkunjung kesini,,, ( soalnya sya pernah liat mas bro ada bapa2 pake baju kejaksaan, tapi bukan gayus tambunan lo heheh )..
Ragam barang dagangan di perjualkan disini, dari mulai keperluan rumah tangga,sayur mayur, elektronik,, pakain anak dan dewasa,, obat panu, KUNCI INGGRIS,tukang sulap,,and pokonya masih banyak lagi dweh.. plit komplit tak iyeu,,, ( logat madura ).. yang membuat sya tertarik datang ke pasar ini adalah selain banyak cewe cakep  hehe...  ( cuci mato bo ) pedagan disini tidak hanya menggelar  barang dagangan nya pake tenda semi permanen atau terpal saja, akan tetapi ada juga yg jualan di mobil, yg lebih mnarik lagi adalah mobil yg pake itu bukan mobil pick up bos,, tapi mobil yang lumayan mewah, semisal honda jazz  dll, kebayang ngk orang yang dagang goren tempe tp dagang nya pake honda jazz,, KERENNN = aneh kan,,, nah klo nte pengen liat,, buktiin aja n dateng aja langsung ke pasar indolak...
Dulunya Sih ngk ada pasar di daerah ini,, tempat ini dulunya Cuma di pake joging track alias buat lari pagi aja klo hari libur, tp karna banyak nya orang yang joging disni ,,, eehhhh lama lama banyak orang yang jualan dweh,,, awalnya Cuma satu DUA  pedang saja,, ehh nambah lagi, nambah lagi akhir nya jadi banyak dweh jadi mirip pasar mingguan gto mas bro,,, gto lo critanya,,,
Sooooo.... buat kamu,anda,you,,maneh yang pas hari minggu terus ngk da acara,,, dari pada diem bete di rumah, mending dateng aja ke pasar indolak,,,Pt.INDOLAKTO  Jl. SILIWANGI, cicurug- sukabumi..
 tp bawa duit yaa buat jajan, jangan ampe nte dateng ksana Cuma ngelamun, melongo hehhehe......
Note ; yg dari luar pulau jawa,, ngk usah dateng ksini,, kejauhan hehehee....

Poting by.. ; JaLu bijak...
nulisya sambil dengerin LAGU METROPOLIS nya DREAM THEATER

Saturday, September 8, 2012

Foto-foto Demo Buruh di Jakarta - 20120712HERU02_DEMO_BURUH1.jpg
Buruh di Kota Sukabumi Tolak Usulan UMK Rp 890 Ribu

Buruh di Kota Sukabumi Tolak Usulan UMK Rp 890 Ribu


SUKABUMI (Pos Kota) – Rencana kenaikan kenaikan upah minimum kota (UMK) Sukabumi pada 2012 sebesar Rp 890 ribu mendapat penolakan dari kalangan buruh. Pasalnya, kenaikannya yang hanya Rp 30 ribu  tersebut tidak sesuai dengan hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang akurat.
Wakil Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Sukabumi, Tedi Fitri menegaskan pihaknya menolak menandatangai usulan UMK sebesar Rp 890 ribu. Idealnya, kata Tendi,  usulan UMK Sukabumi yang disesuaikan dengan survei KHL mencapai sebesar Rp 950 ribu.
“Usulan UMK 2012 kami menolaknya. Sebab, tidak sesuai dengan hasil survey KHL di lapangan,” kata Tendi kepada wartawan, Senin (7/10).
Dicontohkan Tendi, hasil survei KHL, besaran sewa rumah hanya sebesar Rp 115 ribu per bulan. Kenyataannya sewa rumah per bulan rata-rata mencapai Rp 150 ribu per bulan. “Kami minta kepada pemerintah agar mempertimbangkan kenaikan UMK yang hanya Rp 30 ribu. Sebab idealnya Rp 950 ribu, minimal Rp 955 ribu per bulan,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengupahan Kota Sukabumi, Adang Taufik mengakui adanya penolakan terhadap usulan UMK di wilayahnya. Kendati demikina, Adang menegaskan pengajuan usulan UMK ke Guberunur ditargetkan rampung sebelum 14 November mendatang.
“Usulan UMK ini sudah sesuai dengan hasil KHL. Malah, mayorita semua anggota dewan pengupahan setuju. Jadi kalau hanya salah seorang anggota tidak menyetujui tidak berpengaruh terhadap usulan UMK,” jelasnya.
Dijelaskan Adang, dalam survey KHL didasarkan pada sejumlah komponen. Di antaranya kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, transportasi, rekreasi, dan tabungan seorang pekerja yang masih lajang setiap bulannya

 Belajar Adab Adab Sunnah Rasulullah saw


 

60 Kriteria suami Idaman (Ideal) menurut Islam

Rasulullah saw bersabda :“Dan perumpamaan mukmin itu seperti lebah, ia hinggap di tempat yang baik, memakan yang baik, tetapi tidak merusaknya”. (HR. Thabrani)

Yang dimaksud Orang mukmin (orang beriman) yang seperti lebah itu adalah orang mukmin baik laki-laki maupun perempuan.

60 Kriteria Laki-laki Idaman (Ideal) menurut Islam adalah laki laki mukmin (beriman) yang …:

1) Islam menjadi pedoman hidupnya yang utama (QS.6:153);
2) Ikhlas menjadi dasar hidupnya (QS.2:207);
3) Taqwa menjadi bekal hidupnya (QS.2:197);
4) Taat menjadi karakteristik khasnya (QS.3.132);
5) Shalat dan sabar merupakan kekuatannya (QS.8:56;32:24);
6) Tsabat (teguh) merupakan sikap hidupnya (QS.8:45);
7) Ukhuwah Islamiyah menjadi pengikat hatinya (QS.49:10;43:67);
8) Tidak mengenal sikap palsu, kamuflase, banyak tingkah dan takabur (QS.25:63);
9) Ruang jiwanya dipenuhi oleh perhatian dan kepedulian yang besar dan penuh kesungguhan dalam mencapai hadaf (tujuan baik) mereka (QS.28:55);

10) Detik-detik malamnya amat berharga, diisi dengan ibadah Qiyamul Lail/Muraaqabatullah (QS.25:64 : 17:79. 76:26);

11) Senantiasa risau dan amat takut akan azab Neraka Jahanam (QS.25:65-66);
12) Punya ukuran-ukuran yang jelas atas kebenaran dalam kehidupannya (QS.25:67.17:29);
13) Tidak menyekutukan Allah, dan tidak menantang (menyalahi) perintah Allah (QS.25:68-71);
14) Tidak menyia-nyiakan hak orang lain dan tidak menzalimi seorangpun (QS.25:72);
15) Hatinya lurus dan hidup subur, dengan iman yang benar (QS.25:73);
16) Senantiasa menginginkan kebaikan yang dilakukan menjamah dan berlanjut untuk setiap generasi (QS.25:74-76);

17) Senantiasa Jujur dalam perkataan dan perbuatan;
18) Senantiasa menjaga tali silaturrahmi;
19) Senantiasa menjaga amanah yang diberikan;
20) Senantiasa menjaga hak tetangga;
21) Senantiasa memberi kepada yang membutuhkan;
22) Senantiasa membalas kebaikan orang lain;
23) Senantiasa memuliakan tamu;
24) Memiliki sifat malu;
25) Senantiasa menepati janji;
26) Tubuhnya sehat dan kuat (Qowiyyul jismi);
27) Berakhlak baik/mulia kepada sesama makhluk Allah; (Matiinul khuluqi);
28) Senantiasa Shalat tepat pada waktunya;
29) Senantiasa memautkan hatinya ke masjid /Cinta Shalat berjamaah di Masjid;
30) Senantiasa membaca dan mempelajari Al Qur’an dan mengamalkannya;
31) Sederhana dalam urusan dunia dan paling cinta pada urusan akhirat;
32) Paling suka melakukan amar ma’ruf nahi munkar;
33) Paling berhati-hati dengan lidahnya (menjaga lidah);
34) Senantiasa cinta pada keluarganya;
35) Paling lambat marahnya;
36) Senantiasa memperbanyak istighfar, berdzikir dan mengingat Allah swt dan memperbanyak Shalawat Nabi;

37) Senantiasa suka dan ringan berzakat, infaq dan bersedekah;
38) Senantiasa menjaga wudhu;
39) Senantiasa menjaga Shalatnya terutama Shalat wajib;
40) Senantiasa menjaga Shalat sunnat Tahajjud dan Shalat Dhuha;
41) Paling cinta dan hormat pada kedua orang tuanya, terutama ibunya;
42) Cerdas / Pikirannya intelek (Mutsaqoful fikri);
43) Aqidahnya bersih/lurus (Saliimul ‘aqiidah);
44) Ibadahnya benar (Shohiihul ‘ibaadah);
45) Rendah hati (Tawadhu’);
46) Jiwanya bersungguh-sungguh (Mujaahadatun nafsi);
47) Mampu mencari nafkah (Qaadirun’alal kasbi);
48) Senantiasa menjaga dan memelihara lidah/lisan (Hifdzul lisaan);
49) Senantiasa istiqomah dalam kebenaran (Istiqoomatun filhaqqi);
50) Senantiasa menundukkan pandangan terhadap lawan jenis dan memelihara kehormatan (Goddhul bashor wahifdzul hurumat);

51) Senantiasa lemah lembut dan suka memaafkan kesalahan orang lain (Latiifun wahubbul’afwi);
52) Benar, jujur, berani dan tegas (Al-haq, Al-amanah-wasyaja’ah);
53) Selalu yakin dalam tindakan yang sesuai ajaran Islam (Mutayaqqinun fil’amal);
54) Senantiasa pandai memanfaatkan waktu (untuk dunia dan akhirat) (Hariisun’alal waqti);
55) Sebanyak-banyaknya bermanfaat bagi orang lain (Naafi’un lighoirihi);
56) Senantiasa menghindari perkara yang samar-samar (Ba’iidun’anisy syubuhat);
57) Senantiasa berpikir positif dan membangun (Al-fikru wal-bina’);
58) Senantiasa siap menolong orang yang lemah (Mutanaashirun lighoirihi);
59) Senantiasa berani bersikap keras terhadap orang-orang kafir yang memusuhi kita (Asysyidda’u’alal kuffar);

60) Senantiasa mengingat akan datangnya kematian;

Apakah anda atau suami atau (calon) suami/pasangan Anda telah memenuhi ciri-ciri pria idaman menurut Islam seperti di atas ?

Apabila sudah sebagian maka sempurnakanlah dan pertahankanlah, namun apabila belum senantiasa berusahalah untuk menyempurnakannya, karena memang Tidak ada insan yang sempurna, kecuali Rasulullah saw, tapi senantiasa berusahalah menjadi yang mendekati kriteria-kriteria tersebut.

Semoga kita semua dan anak keturunan kita senantiasa diberikan petunjuk dan bimbingan oleh Allah swt untuk bisa menjadi insan dan laki-laki yang baik menurut Islam dan bagi akhwat semoga diberi Allah swt atau bagi akhwat (perempuan) dapat diberikan Allah swt pasangan laki-laki mukmin yang baik menurut Islam seperti disebutkan di atas. Amiin

Wallahualam bissawab

Wednesday, September 5, 2012


QUR-AN, HADITS & SAINS MODERN                          (1/2)
 
Qur-an tidak merupakan satu-satunya sumber doktrin dan hukum
Islam.  Ketika  Nabi Muhammad masih hidup dan sesudah beliau
meninggal, ada sumber tambahan yaitu  tindakan-tindakan  dan
ucapan-ucapan Nabi.
 
Informasi tentang tindakan dan ucapan Nabi tergantung kepada
tradisi mulut; orang-orang yang  mengambil  initiatif  untuk
mengumpulkannya  dalam  suatu  teks  mengadakan penyelidikan
yang  rumit  jika  tradisi  lisan  tersebut  akan  dijadikan
tulisan tentang kejadian-kejadian.
 
Dalam  mengumpulkan  informasi  tersebut mereka sangat gigih
mencari kebenaran; hal ini  dapat  dibuktikan  dengan  fakta
bahwa  dalam  tiap  riwayat mengenai kehidupan Nabi Muhammad
atau  kata-katanya,  terkumpul  nama-nama  orang-orang  yang
mempunyai  reputasi  baik  yang melaporkan riwayat tersebut,
dan urutan nama-nama itu  menanjak  sampai  kepada  keluarga
Nabi   atau  sahabat-sahabat  yang  menjadi  sumber  pertama
daripada informasi itu.
 
Dengan cara tersebut, muncullah  kumpulan-kumpulan  tindakan
dan   ucapan-ucapan  Nabi,  yaitu  yang  biasanya  dinamakan
"Hadits"  arti  kata  itu  adalah  "kata-kata"  tetapi  yang
dimaksudkan ialah ucapan-ucapan dan tindakan.30
 
Kumpulan-kumpulan  Hadits itu disiarkan beberapa puluh tahun
setelah  wafatnya  Nabi  Muhammad;  yang  muncul  pada  abad
pertarna  Hijriyah  sangat  terbatas. Kumpulan-kumpulan yang
lebih penting baru muncul dua  abad  sesudah  Nabi  Muhammad
wafat.  Dengan  begitu  maka  kumpulan  Hadits  yang memberi
informasi yang paling lengkap  bukan  kumpulan  yang  paling
dekat  kepada  zaman  Nabi  Muhammad.  Kumpulan  Bukhary dan
Muslim yang diselenggarakan lebih  dari  200  tahun  sesudah
wafatnya  Nabi  Muhammad memberikan dokumentasi yang terluas
dan paling dapat dipercayai. Kumpulan Bukhari dianggap  yang
paling  autentik  setelah  Qur-an.  Haudas dan Marcais telah
menterjemahkannya ke dalam bahasa Perancis antara tahun 1903
dan  1904,  dengan  judul:  Les  Traditions Islamiques. Pada
akhir-akhir ini telah diterbitkan juga dengan teks Arab  dan
terjemahan  Inggris  oleh  Dr.  Mohammad  Muhsin  Khan, dari
Universitas Islam di  Medina.  Dengan  begitu  Hadits  dapat
dibaca oleh orang yang tak mengerti bahasa Arab. Tetapi kita
perlu bersikap sangat hati-hati terhadap beberapa terjemahan
yang  dilakukan  oleh orang-orang Barat termasuk orang-orang
Perancis, karena kita telah dapatkan kekeliruan  yang  tidak
merupakan  terjemahan  akan  tetapi  merupakan interpretasi;
malahan  kadang-kadang  mereka  itu  merubah   arti   Hadits
sehingga memberi pengertian yang tidak dimaksudkan.
 
Dari   segi   asal   mulanya,   orang   dapat  membandingkan
kumpulan-kumpulan Hadits itu dengan Injil. Kedua macam  buku
itu mempunyai sifat yang sama, yaitu; pertama: telah ditulis
oleh pengarang-pengarang yang  tidak  merupakan  saksi  mata
kejadian  yang  mereka  laporkan;  dan  kedua: telah ditulis
setelah lama kejadian-kejadian tersebut terjadi. Sebagaimana
halnya  dengan Injil, Hadits-hadits itu tidak semuanya dapat
diterima sebagai  autentik.  Hanya  jumlah  kecil  dipandang
autentik oleh ahli-ahli Hadits, dan dalam satu kumpulan kita
dapat menemukan Hadits-hadits  autentik  di  samping  Hadits
yang diragukan bahkan Hadits yang harus ditolak.
 
Berbeda dengan Injil-Injil empat, yang tidak pernah disangkal
oleh umat Kristen, kumpulan-kumpulan Hadits-hadits  walaupun
yang  dianggap  paling  autentik,  pada  suatu  waktu  dalam
sejarah Islam, telah merupakan  sasaran  kritik  tajam  dari
para  ahli  pikir  Islam.  Tetapi Qur-an, tetap menjadi buku
yang  pokok  dan  tak  dapat   dipersoalkan   lagi   tentang
kebenarannya.
 
Saya  menganggap  penting  untuk  menyelidiki dalam kumpulan
Hadits-hadits  tersebut,  bagaimana  di  luar  wahyu  Ilahi,
Muhammad  diriwayatkan  telah  membicarakan  soal-soal  yang
pengetahuan  modern  baru  dapat  membuka  rahasianya   pada
beberapa  abad  sesudahnya  Saya  sangat membatasi diri, dan
hanya penyelidikan  Hadits  yang  biasanya  dianggap  paling
autentik,  yaitu  kumpulan  Hadits  Bukhari;  sebabnya ialah
karena saya selalu berpikir bahwa karena  Hadits-hadits  itu
banyak  yang  disusun oleh para pengumpulnya menurut tradisi
oral, maka mereka dapat meriwayatkan fakta-fakta  yang  sama
akan tetapi dengan cara berbeda berhubungan dengan kesalahan
orang-orang  yang  meriwayatkannya.  Hal  tersebut   berbeda
dengan  Hadits  yang  diriwayatkan oleh rawi-rawi yang besar
jumlahnya sehingga dapat mencapai martabat Hadits autentik.
 
Saya menyelidiki pernyataan-pernyataan Hadits dalam  hal-hal
yang  pernah kita bicarakan tentang Qur-an dan Sains modern.
Hasil penyelidikan saya sangat  jelas.  Ada  perbedaan  yang
sangat  besar antara pernyataan-pernyataan Qur-an yang cocok
jika dihadapkan dengan Sains modern  dan  pernyataan  Hadits
dalam bidang sama yang sangat mudah dikritik.
 
Hadits yang merupakan tafsiran mengenai beberapa ayat Qur-an
kadang-kadang memberi penjelasan  yang  tak  dapat  diterima
sekarang.
 
Ada  satu  Hadits  Bukhary yang menafsirkan surat 36 ayat 38
(Surat  Yassin)  yang  telah  kita  bicarakan  dalam   fasal
Astronomi, dengan tafsiran sebagai berikut: "Ketika matahari
terbenam, ia sujud di bawah Arasy Tuhan. Matahari minta izin
untuk  mengulangi  perjalanannya,  dan  sujud  sekali  lagi.
Akhirnya ia kembali ke tempat dari mana ia datang dan bangun
kembali  dari  Timur."  Teks  aslinya adalah kabur dan sukar
diterjemahkan. (Kitab permulaan penciptaan, fasal 54, bab  4
no.  421).  Bagaimanapun  juga,  Hadits  tersebut mengandung
khayalan tentang perjalanan matahari dan hubungannya  dengan
bumi.  Sains  telah  menunjukkan  bahwa  yang  benar  adalah
sebaliknya isi Hadits tersebut. Jadi Hadits  tersebut  tidak
autentik.
 
Dalam  fasal yang sama (Kitab permulaan penciptaan) fasal 54
bab 6  no.  430,  terdapat  keterangan  tentang  tahap-tahap
pertama  daripada  perkembangan  embriyo. Keterangan tentang
waktu yang diperlukan oleh tahap-tahap itu terasa aneh; satu
tahap  untuk mengumpulkan unsur-unsur yang menyusun manusia,
lamanya 40 hari, satu tahap di  mana  embryo  itu  merupakan
"sesuatu  yang  melekat"  lamanya 40 hari, dan satu tahap di
mana embryo menjadi seperti  daging  yang  dikunyah  lamanya
juga  40 hari. Kemudian setelah campur tangan malaekat untuk
menentukan hari kemudian embryo  itu,  suatu  ruh  ditiupkan
dalam embryo tersebut. Gambaran perkembangan embriyo seperti
tersebut di atas tidak sesuai dengan Sains modern.
 
Kecuali dalam surat 16 (Nahl) ayat 69 yang menyebutkan bahwa
madu  itu  mengandung obat (tanpa menyebutkan untuk penyakit
apa), Qur-an  tidak  memberi  tuntunan  tentang  pengobatan.
Tetapi   Hadits  memberikan  tempat  yang  luas  untuk  soal
obat-obatan.
 
Dalam kumpulan Hadits Bukhary ada  suatu  bab  khusus  untuk
obat-obatan  (bab  76).  Dalam terjemahan Houdas dan Marcais
hal tersebut terdapat dalam jilid 4, halaman 62 s/d 91,  dan
dalam  bukunya  Dr.  Muhammad  Muhsin Khan dengan terjemahan
Inggris  terdapat  dalam  jilid  7  halaman  395  s/d   452.
Halaman-halaman    tersebut    memberi    gambaran   tentang
pendapat-pendapat   orang   pada   waktu   Hadits   tersebut
dikumpulkan   mengenai  soal-soal  yang  berhubungan  dengan
obat-obatan. Orang dapat  menambahkan  kepada  hadits-hadits
dalam  bab  tersebut, hadits-hadits lain yang terdapat dalam
bagian-bagian lain daripada kumpulan Hadits Bukhary.
 
Dalam  hadits-hadits  yang  saya  sebutkan  terakhir   tadi,
terdapat  pemikiran-pemikiran  tentang  sihir,  mata  jahat,
pengusiran  setan  dan  lain-lain,  walaupun  Qur-an   telah
membatasi  hal-hal  tersebut.  Terdapat  suatu  hadits  yang
mengatakan bahwa  buah  kurma  dapat  menjaga  manusia  dari
pengaruh  sihir,  dan  dapat  menyembuhkan  gigitan binatang
berbisa.
 
Kita  tidak  perlu  heran  karena  dalam  zaman  teknik  dan
farmakologi   belum   maju,  kita  menemukan  anjuran  untuk
praktek-praktek  yang  sederhana  atau  obat-obatan  alamiah
seperti  cantuk  (Hijamah) atau cara lain untuk mengeluarkan
darah kotor,  mengobati  luka  dengan  api,  mencukur  untuk
mengobati  penyakit  kulit, meminum susu onta, biji tertentu
atau tumbuh-tumbuhan tertentu, abu  semacam  tumbuh-tumbuhan
(untuk   menghentikan  darah  keluar).  Dalam  keadaan  yang
berbahaya, orang perlu menggunakan segala  cara  yang  dapat
dilakukan,  dan yang memang berguna. Tetapi saya rasa kurang
baik untuk menganjurkan minum kencing onta.
 
Kita  juga  kurang   setuju   dengan   penjelasan-penjelasan
mengenai patologi. Di bawah ini beberapa contoh:
 
Asalnya  penyakit  panas badan: empat orang saksi menguatkan
pernyataan bahwa: panas badan itu datangnya dari api  neraka
(Kitab pengobatan fasal 28).
 
Adanya obat bagi tiap-tiap penyakit, "Tuhan tidak menurunkan
penyakit  kecuali  ia   juga   menurunkan   obatnya   (Kitab
pengobatan fasal 1). Contoh konsepsi ini adalah Hadits lalat
(Kitab pengobatan, fasal 28 dan Kitab permulaan  penciptaan,
bab  54,  fasal  15,  16).  Jika  ada lalat jatuh dalam satu
wadah, lalat itu  harus  ditenggelamkan  seluruhnya,  karena
satu   sayapnya   mengandung   racun,  dan  yang  satu  lagi
mengandung penawar, lalat mula-mula membawa  racun  kemudian
membawa obat.
 
Keguguran  itu  disebabkan  karena  si  hamil  melihat  ular
tertentu  (ular  itu   juga   menyebabkan   kebutaan).   Ini
disebutkan  dalam  Kitab  permulaan penciptaan, fasal 13 dan
14.
 
Mengeluarkan darah di luar waktu haid. Kitab  Haid  fasal  6
memuat Hadits tentang sebab mengeluarkan darah di luar waktu
haid (bab 16, 21 dan 28). Hal ini mengenai dua orang wanita.
Dalam   satu   kasus,   tanpa  perincian,  mengenai  symptom
tersebut, dinyatakan bahwa mengeluarkan darah  itu  sebabnya
karena  suatu  saluran  darah  ('irq);  dalam kasus lainnya,
yaitu tentang seorang wanita yang mengeluarkan darah di luar
haid  selama tujuh tahun. Di sini sebab yang sama dinyatakan
kembali. Orang dapat membuat  hipotesa  tentang  sebab  yang
sesungguhnya  tentang  symptom  tersebut,  tetapi  mengingat
zaman  Hadits  Nabi  Muhammad  tersebut,  kita   tak   dapat
menggambarkan  bagaimana diagnosa tersebut didasarkan kepada
suatu argumen. Bagiamanapun juga hal ini mungkin juga benar.
 
Tak  adanya  penyakit  menular,  kumpulan   Hadits   Bukhary
menyebutkan  dalam beberapa bagian dalam buku itu (fasal 19,
25, 30 31, 53 dan 54 kitab pengobatan, bab 76),  kasus-kasus
khusus seperti lepra, pest, kolera, penyakit kulit onta, dan
juga penyakit menular secara umum. Pemikiran tentang hal-hal
tersebut  mengandung  pernyataan  yang  kontradiksi. Tetapi,
terdapat juga suara anjuran supaya  orang  jangan  pergi  ke
tempat  di  mana  wabah  pest  berjangkit,  dan supaya orang
menjauhi orang yang terserang penyakit lepra.31
 
Dengan  begitu,  kita  dapat  mengambil  kesimpulan  tentang
adanya  hadits  yang  tak  dapat diterima. Tetapi di samping
kesangsian  tentang  kebenaran   hadits   tersebut,   dengan
disebutkannya  di  sini  kita  mendapat  faedah  yaitu bahwa
dengan memperbandingkannya  dengan  pernyataan  ilmiah  yang
terdapat  dalam  Qur-an,  kita  mengerti bahwa hadits-hadits
tersebut mengandung pernyataan yang tidak tepat.  Konstatasi
ini mempunyai arti yang besar.
 
Kita  harus  ingat  bahwa  ketika  Nabi  Muhammad meninggal,
ajaran-ajaran yang diterima oleh para  sahabat  dari  beliau
dapat dibagi menjadi dua kelompok:
 
Pertama,  banyak  pengikut  Nabi  yang  hafal Qur-an seperti
beliau dan selalu mengulangi pembacaannya;  di  samping  itu
terdapat tulisan-tulisan wahyu Qur-an yang dibuat waktu Nabi
Muhammad masih hidup, dan malahan sebelum hijrah.
 
Kedua,  anggauta-anggauta   dari   sahabat-sahabatnya   yang
terdekat, dan beberapa pengikutnya yang menyaksikan tindakan
dan kata-katanya, mereka  itu  memelihara  apa  yang  mereka
saksikan  atau dengarkan, dan menjadikannya sebagai sandaran
di samping Qur-an, untuk menetapkan doktrin dan  hukum  yang
sedang tumbuh.
 
Dalam   tahun-tahun   sesudah  meninggalnya  Nabi  Muhammad,
teks-teks, tentang  dua  macam  ajaran  yang  ia  tinggalkan
bermunculan.  Kumpulan  Hadits  yang pertama muncul 40 tahun
setelah Nabi meninggal, akan tetapi sebelum teks itu muncul,
Qur-an  sudah  dikumpulkan  lebih dahulu pada zaman Abubakar
dan Umar.  Utsman  membuat  teks  definitif  pada  waktu  ia
memerintah;  yakni  antara  tahun  12  dan  24  sesudah Nabi
meninggal.
 
Yang perlu digaris  bawahi  adalah  perbedaan  antara  kedua
macam  teks  dan segi sastra dan dari segi isi. Sesungguhnya
tak mungkin diadakan perbandingan dari segi style Qur-an dan
susunan  tata  Hadits. Dan lagi jika kita mernbandingkan isi
daripada dua teks  tersebut  dengan  menghadapkannya  kepada
hasil-hasil  Sains  modern, kita akan heran karena perbedaan
yang  sangat  besar.  Saya   harap   saya   telah   berhasil
menunjukkan perbedaan antara:
 
Di  satu  pihak,  pernyataan  Qur-an  yang  sering kelihatan
remeh;  tetapi  jika   diselidiki   secara   ilmiah   dengan
hasil-hasil     Sains     modem    akan    ternyata    bahwa
pernyataan-pernyataan itu menunjukkan hal-hal yang  kemudian
dibenarkan oleh Sains.
 
Di  lain pihak, beberapa pernyataan hadits yang kelihatannya
sesuai  dengan  cara  berfikir  pada   waktu   itu;   tetapi
mengandung  pernyataan-pernyataan  yang sekarang tidak dapat
diterima  secara   ilmiah.   Pernyataan-pemyataan   tersebut
terselip  dalam  doktrin  dan  hukum  Islam yang semua orang
menganggap autentik dan tak berani mempersoalkannya
 
Akhirnya, kita harus mengetahui bahwa  sikap  Nabi  Muhammad
terhadap  Qur-an sangat berbeda dengan sikap beliau terhadap
ucapan-ucapan  beliau  pribadi.   Qur-an   tidak   merupakan
fatwa-fatwa beliau. Qur-an adalah wahyu Ilahi. Nabi menyusun
bagian-bagian Qur-an dalam  waktu  kurang  lebih  dua  puluh
tahun dengan sangat hati-hati seperti yang sudah kita lihat.
Qur-an merupakan hal yang harus ditulis selama Nabi Muhammad
masih  hidup.  dan  harus  dihafalkan untuk dijadikan bacaan
sembahyang. Adapun Hadits yang disajikan  sebagai  hal  yang
menunjukkan  tindakan dan ucapan Nabi, hadits itu diserahkan
kepada  pengikutnya  untuk  menjadi  contoh  dalam  tindakan
mereka dan untuk ditulis sebagaimana mereka fahami. Ia tidak
memberi pengarahan dalam hal ini.
 
Oleh karena hanya  jumlah  tertentu  daripada  hadits  dapat
dianggap  secara pasti sebagai pemikiran Nabi Muhammad, maka
kebanyakan hadits hanya menunjukkan  hal-hal  yang  dianggap
benar  oleh orang-orang pada zaman dahulu, khususnya tentang
hal-hal ilmiah yang telah disebutkan dalam ketabiban. Dengan
membandingkan  teks  hadits  dengan  teks Qur-an, kita dapat
membedakan antara Qur-an dan hadits  yang  tidak  benar  dan
tidak autentik. Perbandingan ini menjelaskan perbedaan besar
antara tulisan-tulisan pada  waktu  itu  yang  penuh  dengan
kekeliruan-kekeliruan  ilmiah,  dengan  Qur-an,  wahyu  yang
sudah dibukukan  dan  yang  bebas  dari  kesalahan-kesalahan
ilmiah.
                                            
Ketika penterjemah bertemu dengan pengarang dalam konferensi
pemikiran Islam  di  Aljazair  pada  bulan  September  1978,
pengarang  berpesan  agar  paragraf  dibawah ini ditambahkan
dalam Bab Qur-an, Hadits dan  Sains  modern.  Dalam  cetakan
keenam,  (bahasa  Perancis)  paragraf  tersebut memang telah
dimuat.
 
Kebenaran Hadits  dari  segi  keagamaan  sama  sekali  tidak
menjadi  persoalan.  Tetapi  jika  Hadits  itu  membicarakan
soal-soal profane (bukan  agama),  maka  tak  ada  perbedaan
antara  Nabi  Muhammad  dan  manusia  lainnya. Sebuah Hadits
meriwayatkan pernyataan Nabi Muhammad sebagai berikut: "Jika
aku  berikan perintah kepadamu mengenai agama, ikutilah, dan
jika  aku  menyampaikan  sesuatu  hal  yang   berasal   dari
pendapatku   sendiri,  ingatlah  bahwa  aku  adalah  seorang
manusia." Al Saraksi dalam bukunya  "al  Usul"  menafsirkan,
sebagai  berikut:  "Jika aku memberi tahu tentang hal agama,
kerjakanlah menurut keteranganku dan  jika  aku  memberitahu
tentang  soal-soal  keduniaan,  maka sesungguhnya kamu lebih
tahu tentang urusan keduniaanmu."

Monday, September 3, 2012

 
New Delhi, India
Seorang professor bahasa dari ALAHABAD UNIVERSITY INDIA dalam salah satu buku terakhirnya berjudul "KALKY AUTAR" (Petunjuk Yang Maha Agung) yang baru diterbitkan memuat sebuah pernyataan yang sangat mengagetkan kalangan intelektual Hindu.
Sang professor secara terbuka dan dengan alasan-alasan ilmiah, mengajak para penganut Hindu untuk segera memeluk agama Islam dan sekaligus mengimani risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw, karena menurutnya, sebenarnya Muhammad Rasulullah saw adalah sosok yang dinanti-nantikan sebagai sosok pembaharu spiritual.
Prof. WAID BARKASH (penulis buku) yang masih berstatus pendeta besar kaum Brahmana mengatakan bahwa ia telah menyerahkan hasil kajiannya kepada delapan pendeta besar kaum Hindu dan mereka semuanya menyetujui kesimpulan dan ajakan yang telah dinyatakan di dalam buku. Semua kriteria yang disebutkan dalam buku suci kaum Hindu (Wedha) tentang ciri-ciri "KALKY AUTAR" sama persis dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh Rasulullah Saw.
Dalam ajaran Hindu disebutkan mengenai ciri KALKY AUTAR diantaranya, bahwa dia akan dilahirkan di jazirah, bapaknya bernama SYANUYIHKAT dan ibunya bernama SUMANEB. Dalam bahasa sansekerta kata SYANUYIHKAT adalah paduan dua kata yaitu SYANU artinya ALLAH sedangkan YAHKAT artinya anak laki atau hamba yang dalam bahasa Arab disebut ABDUN.
Dengan demikian kata SYANUYIHKAT artinya "ABDULLAH". Demikian juga kata SUMANEB yang dalam bahasa sansekerta artinya AMANA atau AMAAN yang terjemahan bahasa Arabnya "AMINAH". Sementara semua orang tahu bahwa nama bapak Rasulullah Saw adalah ABDULLAH dan nama ibunya MINAH.
Dalam kitab Wedha juga disebutkan bahwa Tuhan akan mengirim utusan-Nya kedalam sebiuah goa untuk mengajarkan KALKY AUTAR (Petunjuk Yang Maha Agung). Cerita yang disebut dalam kitab Wedha ini mengingatkan akan kejadian di Gua Hira saat Rasulullah didatangi malaikat Jibril untuk mengajarkan kepadanya wahyu tentang Islam.
Bukti lain yang dikemukakan oleh Prof Barkash bahwa kitab Wedha juga menceritakan bahwa Tuhan akan memberikan Kalky Autar seekor kuda yang larinya sangat cepat yang membawa kalky Autar mengelilingi tujuh lapis langit. Ini merupakan isyarat langsung kejadian Isra' Mi'raj dimana Rasullah mengendarai Buroq
Dikutip buletin Aktualita Dunia Islam no 58/II Pekan III/februari 1998

Tafsir dalam Era Globalisasi

Dr. Abdul Aziz Kamil, mantan Menteri Waqaf dan Urusan Al-Azhar Mesir, dalam bukunya Al-Islam wa Al-Mustaqbal menyinggung tentang hal-hal yang menjadi penekanan sementara penulis Islam baik Muslim maupun non-Muslim tentang apa yang dinamai "Al-Islam Al-Iqlimiy". Hal itu berarti bahwa setiap wilayah (kawasan atau lokasi) mengambil corak dan bentuk yang berbeda dengan lainnya, akibat perbedaan agama dan peradaban yang pernah hidup dan dianut oleh penduduk kawasan tersebut, sehingga pemahamannya terhadap Islam dipengaruhi sedikit atau banyak dengan budaya setempat.
Kalau pendapat di atas dapat diterima, itu berarti bahwa Islam Indonesia dapat berbeda dengan Islam di negara-negara lain, akibat perbedaan budaya dan peradaban.
Dari satu sisi, apa yang ditekankan di atas ada benarnya dan dapat diperkuat dengan kenyataan yang berkaitan dengan Al-Quran yang diyakini sebagai berdialog dengan seluruh manusia sepanjang masa. Dan tentunya, pemahaman manusia --termasuk terhadap Al-Quran-- akan banyak dipengaruhi oleh budaya dan perkembangan masyarakatnya. Bahkan lebih jauh dari itu, dalam Al-Quran sendiri terdapat perbedaan-perbedaan, akibat perbedaan masyarakat yang ditemuinya. Hal ini dapat dirasakan dari adanya apa yang dinamai Al-Ahruf Al-Sab'ah yang oleh sementara ulama dipahami sebagai adanya perbedaan bahasa atau dialek yang dibenarkan Allah akibat kesulitan-kesulitan masyarakat (suku) tertentu dalam membacanya bila hanya terbatas dalam satu bahasa (dialek) saja. Demikian juga halnya dengan perbedaan qira'at yang dikenal luas dewasa ini.
Namun demikian, hemat penulis, tidaklah wajar untuk menonjolkan segi-segi perbedaan tersebut, yang pada akhirnya menciptakan tafsir Al-Quran ala Indonesia, Mesir, atau kawasan lain. Ketidakwajaran ini bukan saja disebabkan oleh adanya sekian banyak persamaan dalam bidang pandangan hidup umat Islam --akidah, syari'ah, dan akhlak-- yang tentunya harus mempengaruhi pemikiran-pemikiran mereka sehingga dapat melahirkan persamaan pandangan dalam banyak bidang. Tetapi juga, dan yang tidak kurang pentingnya, adalah karena kita semua hidup dalam era informasi dan globalisasi yang menjadikan dunia kita semakin menyempit dan penduduknya saling mempengaruhi.
Diakui bahwa setiap masyarakat mempunyai kekhususan-kekhususan. Nah, apakah ciri masyarakat Indonesia, yang membedakannya dari masyarakat-masyarakat lain dan yang mungkin akan menjadi bahan pertimbangan untuk meletakkan dasar-dasar penafsiran itu?
Ada yang berpendapat bahwa kekhususan tersebut adalah keberadaannya sebagai masyarakat plural. Tetapi, walaupun hal tersebut benar, hal ini bukan merupakan sesuatu yang khas Indonesia. Masyarakat Mesir, Syria, dan India, misalnya, juga merupakan masyarakat plural di mana berbagai etnis dan agama hidup berdampingan dengan segala suka-dukanya.
Menjadi kewajiban semua umat Islam untuk membumikan Al-Quran, menjadikannya menyentuh realitas kehidupan. Kita semua berkewajiban memelihara Al-Quran dan salah satu bentuk pemeliharaannya adalah memfungsikannya dalam kehidupan kontemporer yakni dengan memberinya interpretasi yang sesuai tanpa mengorbankan teks sekaligus tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa, dan perkembangan positif masyarakat.
Dalam kesempatan yang sangat terbatas ini, penulis ingin menggarisbawahi dua persoalan pokok, yang berkaitan dengan dasar penafsiran, tanpa menutup mata terhadap dasar-dasar lain.

1. Asbab Al-Nuzul

Al-Quran tidak turun dalam satu masyarakat yang hampa budaya. Sekian banyak ayatnya oleh ulama dinyatakan sebagai harus dipahami dalam konteks sebab nuzul-nya. Hal ini berarti bahwa arti "sebab" dalam rumusan di atas --walaupun tidak dipahami dalam arti kausalitas, sebagaimana yang diinginkan oleh mereka yang berpaham bahwa "Al-Qur'an qadim"-- tetapi paling tidak ia menggambarkan bahwa ayat yang turun itu berinteraksi dengan kenyataan yang ada dan dengan demikian dapat dikatakan bahwa "kenyataan" tersebut mendahului atau paling tidak bersamaan dengan keberadaan ayat yang turun di pentas bumi itu.
Dalam kaitannya dengan asbab al-nuzul, mayoritas ulama mengemukakan kaidah al-'ibrah bi 'umum al-lafzh la bi khushush al-sabab (patokan dalam memahami ayat adalah redaksinya yang bersifat umum, bukan khusus terhadap (pelaku) kasus yang menjadi sebab turunnya); sedangkan sebagian kecil dari mereka mengemukakan kaidah sebaliknya, al-'ibrah bi khushush al-sabab la bi 'umum al-lafzh (patokan dalam memahami ayat adalah kasus yang menjadi sebab turunnya, bukan redaksinya yang bersifat umum).
Di sini perlu kiranya dipertanyakan: "Bukankah akan lebih mendukung pengembangan tafsir jika pandangan minoritas di atas yang ditekankan?" Tentunya, jika demikian, maka perlu diberikan beberapa catatan penjelasan sebagai berikut:
Seperti diketahui setiap asbab al-nuzul pasti mencakup: (a) peristiwa, (b) pelaku, dan (c) waktu. Tidak mungkin benak akan mampu menggambarkan adanya suatu peristiwa yang tidak terjadi dalam kurun waktu tertentu dan tanpa pelaku.
Sayang, selama ini pandangan menyangkut asbab al-nuzul dan pemahaman ayat seringkali hanya menekankan kepada peristiwanya dan mengabaikan "waktu" terjadinya --setelah terlebih dahulu mengabaikan pelakunya-- berdasarkan kaidah yang dianut oleh mayoritas tersebut.
Para penganut paham al-'ibrah bi khushush al-sabab, menekankan perlunya analogi (qiyas) untuk menarik makna dari ayat-ayat yang memiliki latar belakang asbab al-nuzul itu, tetapi dengan catatan apabila qiyas tersebut memenuhi syarat-syaratnya.52 Pandangan mereka ini, hendaknya dapat diterapkan tetapi dengan memperhatikan faktor waktu, karena kalau tidak, ia menjadi tidak relevan untuk dianalogikan. Bukankah, seperti dikemukakan di atas, ayat Al-Quran tidak turun dalam masyarakat hampa budaya dan bahwa "kenyataan mendahului/ bersamaan dengan turunnya ayat"?
Analogi yang dilakukan hendaknya tidak terbatas oleh analogi yang dipengaruhi oleh logika formal (al-manthiq, al-shuriy) yang selama ini banyak mempengaruhi para fuqaha' kita. Tetapi, analogi Yang lebih luas dari itu, yang meletakkan di pelupuk mata al-mashalih al-mursalah dan yang mengantar kepada kemudahan pemahaman agama, sebagaimana halnya pada masa Rasul dan para sahabat."53
Qiyas yang selama ini dilakukan menurut Ridwan Al-Sayyid adalah berdasarkan rumusan Imam Al-Syafi'i, yaitu "Ilhaq far'i bi ashl li ittihad al-'illah", yang pada hakikatnya tidak merupakan upaya untuk mengantisipasi masa depan, tetapi sekadar membahas fakta yang ada untuk diberi jawaban agama terhadapnya dengan membandingkan fakta itu dengan apa yang pernah ada.54
Pengertian asbab al-nuzul dengan demikian dapat diperluas sehingga mencakup kondisi sosial pada masa turunnya Al-Quran dan pemahamannya pun dapat dikembangkan melalui kaidah yang pernah dicetuskan oleh ulama terdahulu, dengan mengembangkan pengertian qiyas.

2. Ta'wil

Pemahaman literal terhadap teks ayat Al-Quran tidak jarang menimbulkan problem atau ganjalan-ganjalan dalam pemikiran, apalagi ketika pemahaman tersebut dihadapkan dengan kenyataan sosial, hakikat ilmiah, atau keagamaan.
Dahulu, sebagian ulama merasa puas dengan menyatakan bahwa "Allahu a'lam bi muradihi" (Allah yang mengetahui maksud-Nya). Tetapi, ini tentunya tidak memuaskan banyak pihak, apalagi dewasa ini. Karena itu, sedikit demi sedikit sikap seperti itu berubah dan para mufasir akhirnya beralih pandangan dengan jalan menggunakan ta'wil, tamsil, atau metafora. Memang, literalisme seringkali mempersempit makna, berbeda dengan pen-ta'wil-an yang memperluas makna sekaligus tidak menyimpang darinya.
Al-Jahiz (w. 225 H/868 M), seorang ulama beraliran rasional dalam bidang teologi, dinilai sebagai tokoh pertama dalam bidang penafsiran metaforis. Ia tampil dengan gigih memperkenalkan makna-makna metaforis pada ayat-ayat Al-Quran. Dan, dalam hal ini, harus diakui bahwa dia telah menghasilkan pemikiran-pemikiran yang sangat mengagumkan, sehingga mampu menyelesaikan sekian banyak problem pemahaman keagamaan atau ganjalan-ganjalan yang sebelumnya dihadapi itu.
Tokoh lain dalam bidang ini adalah murid Al-Jahiz, yakni Ibnu Qutaibah (w. 276 H/889 M). Tokoh ini bukanlah penganut aliran rasional (Mu'tazilah) dan bahkan dinilai sebagai "juru bicara Ahl Al-Sunnah".55 Namun, dia menempuh cara-cara gurunya dan mengembangkannya dalam rangka memahami teks-teks keagamaan.
Tentunya kita tidak dapat menggunakan ta'wil tanpa didukung oleh syarat-syarat tertentu. Al-Syathibi mengemukakan dua syarat pokok bagi pen-ta'wil-an ayat-ayat Al-Quran:
Pertama, makna yang dipilih sesuai dengan hakikat kebenaran yang diakui oleh mereka yang memiliki otoritas.
Kedua, arti yang dipilih dikenal oleh bahasa Arab klasik.
Syarat yang dikemukakan ini, lebih longgar dari syarat kelompok Al-Zhahiriyah yang menyatakan bahwa arti yang dipilih tersebut harus telah dikenal secara populer oleh masyarakat Arab pada masa awal.
Dalam syarat Al-Syathibi di atas, terbaca bahwa popularitas arti kosakata tidak disinggung lagi. Bahkan lebih jauh Al-Syathibi menegaskan bahwa kata-kata yang bersifat ambigus/musytarak (mempunyai lebih dari satu makna) yang kesemua maknanya dapat digunakan bagi pengertian teks tersebut selama tidak bertentangan satu dengan lainnya.
Aliran tafsir Muhammad 'Abduh mengembangkan lagi syarat pen-ta'wil-an, sehingga ia lebih banyak mengandalkan akal, sedangkan faktor kebahasaan dicukupkannya selama ada kaitan makna penta'wil-an dengan kata yang di-ta'wil-kan. Karena itu, kata Jin yang berarti "sesuatu yang tertutup", diartikan oleh muridnya Rasyid Ridha sebagai kuman yang tertutup (tidak terlihat oleh pandangan mata).56 Pendapat ini mirip dengan pendapat Bint Al-Syathi' yang secara tegas menyatakan bahwa "Pengertian kata Jin tidak harus dipahami terbatas pada apa yang biasa dipahami tentang makhluk-makhluk halus yang 'tampak' pada saat ketakutan seseorang di waktu malam atau dalam ilusinya. Tetapi, pengertiannya dapat mencakup segala jenis yang bukan manusia yang hidup di alam-alam yang tidak terlihat, tidak terjangkau, dan yang berada di luar alam manusia di mana kita berada."57
Ta'wil, sebagaimana dikemukakan di atas, akan sangat membantu dalam memahami dan membumikan Al-Quran di tengah kehidupan modern dewasa ini dan masa-masa yang akan datang.
Sebelum menutup persoalan ini, perlu kita garisbawahi bahwa tidaklah tepat men-ta'wil-kan suatu ayat, semata-mata berdasarkan pertimbangan akal dan mengabaikan faktor kebahasaan yang terdapat dalam teks ayat, lebih-lebih bila bertentangan dengan prinsip-prinsip kaidah kebahasaan. Karena, hal ini berarti mengabaikan ayat itu sendiri.

Saturday, September 1, 2012

HADIS-hadis terakhir Nabi s.a.w. banyak memaparkan perihal keperihatinan dan kerunsingan baginda terhadap situasi umat Islam pada akhir zaman. Sebab itulah ungkapan ‘umatku” diulang-ulang dan merupakan lafaz kata terakhir Nabi s.a.w. yang didengari isteri baginda Saidatina Aisyah r.a. sebelum diwafatkan oleh Allah.
Demikianlah kuatnya kasih dan sayang Nabi s.a.w. terhadap umat baginda sehinggakan pada saat-saat akhir hayat terus resah memikirkan nasib umat. Antara yang paling dibimbangi Rasulullah s.a.w. sebagaimana diungkapkan dalam banyak hadis ialah senario perpecahan di kalangan umat Islam yang diakibatkan oleh pelbagai aliran pemikiran dan pertentangan pendapat.

Walaupun hakikatnya Islam tidak pernah menolak kepelbagaian pendapat, namun perselisihan yang menimbulkan pertentangan tajam sehingga menenggelamkan hakikat persamaan risalah dan matlamat ditentang sama sekali.
Jika diperhatikan secara objektif, kebanyakan perselisihan yang membawa kepada pertentangan dan perpecahan amat terkait dengan sikap fanatik terhadap pendapat sendiri, lantas cuba memonopoli pemikiran dan tiada kesediaan untuk menghormati pandangan orang lain. Penyakit yang disebut juga sebagai ‘al-‘ijab bi al-ra‘yi’ atau penyakit mengkagumi pendapat sendiri ini bagaikan wabak merbahaya yang sedang menjalar dalam urat saraf umat sehingga mereka tidak lagi mewarisi sikap dan adab para pejuang dan pendokong Islam terdahulu.
Kejahilan
Sesungguhnya kedatangan Islam kepada umat manusia bertujuan membebaskan mereka daripada kejahilan dan kejumudan kepada pemikiran yang bebas dan merdeka yang dibimbing oleh cahaya wahyu Ilahi. Sebab itulah Rasulullah s.a.w. menegaskan: Sesiapa keluar daripada ketaatan (terhadap pemerintah) dan memisahkan diri daripada al-jama‘ah lalu dia mati, maka dia mati jahiliah. Sesiapa yang berperang di bawah rayah ‘immiyyah (bendera kebutaan) dan menyeru kepada assabiah atau marah kerana assabiah maka kematiannya adalah jahiliah. (Riwayat Muslim, An-Nasai dan Ibnu Majah).
Perkataan al-Jamaah dalam hadis di atas tidaklah merujuk secara khusus kepada mana-mana parti politik ataupun pertubuhan-pertubuhan tertentu. Sebaliknya mengikut ulama Al-Hindawi dalam bukunya Dirasat Haul al-Jama‘ah wa al-Jama‘at, perkataan al-jamaah sebagaimana yang disebut dalam hadis-hadis Nabi s.a.w. merujuk kepada kesepakatan kaum muslimin, para sahabat Nabi s.a.w., para ulama, para pemerintah dan lain-lain.
Apa yang turut dipertegaskan dalam hadis di atas ialah penentangan Nabi berkenaan ketaksuban membuta tuli seseorang kepada kelompok yang disertainya. Sebab itulah Al-Sindi dalam kitab Syarh Ibn Majah menerangkan kalimah rayah ‘immiyyah (bendera kebutaan) ialah fenomena ketaksuban melampau di kalangan masyarakat yang berhimpun dan menyokong atas suatu perkara yang tidak diketahui sama ada benar atau batil.
Sikap sebeginilah yang Nabi s.a.w. istilahkan sebagai assabiah atau ketaksuban melampau terhadap sesuatu kaum atau kelompok. Hinggakan Nabi secara keras dan tegas menentang sesiapa yang mendokong dan melebarkan faham assabiah yang menyesatkan. Dalam hadis lain disebutkan: “Bukan di kalangan kami sesiapa yang menyeru kepada assabiah, bukan sesiapa yang berperang atas assabiah, dan bukan di kalangan kami sesiapa yang mati atas assabiah. (Riwayat Abu Daud).
Istilah assabiah bukanlah bermaksud halangan Islam terhadap semangat cintakan sesuatu kaum atau kelompok. Dalam menjelaskan maksud assabiah, Rasulullah s.a.w pernah ditanya oleh Wathilah bin al-Asqa’: Wahai Rasulullah! Apakah yang dimaksudkan dengan al-assabiah? Sabda baginda: “Kamu menolong kaummu atas kezaliman”.
Namun apa yang menyedihkan kini, umat Islam rata-rata dihinggapi penyakit assabiah yang menyesatkan. Penyakit assabiah atau ketaksuban kepada kelompok hingga tergamak menyesatkan kelompok yang lain bagaikan fenomena lumrah di mana-mana sahaja termasuklah di dalam negara kita yang tercinta ini.
Suasana
Gara-gara penyakit inilah maka kita menyaksikan suasana umat yang amat menyayat hati dan meruntun emosi. Gamatnya pertelagahan di kalangan pendokong-pendokong wadah Islam sehingga mengakibatkan terabainya tanggungjawab utama menyelesaikan pelbagai masalah umat yang melanda kini. Sebaliknya seluruh tenaga dihabiskan dan tertumpu kepada polemik, politiking, adu-domba dan perlumbaan menambah bilangan penyokong pendapat masing-masing.
Justeru, dalam upaya mengembalikan sinar kegemilangan Islam yang semakin pudar, usaha penjernihan sikap dan pemikiran harus segera dilakukan ke atas setiap umat Islam. Umat seharusnya kembali menjiwai budaya dan prinsip penting yang mendasari sikap dan perwatakan generasi awal Islam terutamanya dalam menangani fenomena perbezaan pendapat ini.
Prinsip-prinsip tersebut termasuklah sikap keterbukaan kepada pandangan berbeza, tidak taksub atau fanatik kepada pandangan sendiri, berlapang dada, saling hormat-menghormati dan sayang-menyayangi antara satu sama lain. Mungkin jalan keluar dari belitan konflik kefanatikan pemikiran yang melanda kini terumus dalam ungkapan keramat tokoh reformis Islam, Jamaluddin al-Afghani: Bekerjasamalah dalam hal-hal yang disepakati dan berkompromi dalam hal-hal yang diperselisihkan.
Sesungguhnya kepelbagaian pendapat sebenarnya mampu memperkaya khazanah pemikiran Islam andainya kita bersedia menghadapinya secara dewasa. Tetapi andainya kita menanganinya dengan sikap keanak-anakan, menganggap mereka yang tidak sealiran sebagai musuh, maka perbezaan pendapat pasti menjadi bahan bakar penyemarak api persengketaan yang membinasakan.